KEKUASAAN KEHAKIMAN KONSTITUSI



KEKUASAAN KEHAKIMAN KONSTITUSI
A.    Tinjauan Umum Mahkamah Konstitusi di Beberapa Negara
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Untuk memahami asas kekuasaan kehakiman yang merdeka, tidak terlepas dari doktrin Montesquieu mengenai tujuan dan perlunya ‘pemisahan’ kekuasaan, yaitu untuk menjamin adanya dan terlaksananya kebebasan politik anggota masyarakat negara. Mahkamah Konstitusi juga merupakan satu-satunya lembaga sebagai akses untuk mengajukan judicial review (peninjauan kembali) suatu peraturan undang-undang atas UUD (konstitusi). keputusan untuk memasukkan judicial review di konstitusi mencerminkan kebutuhan politik penyusun konstitusi.
Terdapat 5 dimensi utama pada sistem judicial review yaitu akses ke pengadilan, efek dan waktu keputusan pengadilan mekanisme kelembagaan untuk bertanggung jawab kepada lingkungan politik, jangka panjang hakim konstitusi dan ukuran pengadilan. Negara-negara yang memungkinkan pengadilan biasa untuk melakukan judicial review secara eksklusif untuk alasan historis dikarenakan pengaruh hukum Anglo American. Hal ini didorong oleh pertimbangan sejarah atau tradisi hukum, meskipun perlu dicatat bahwa Negara-negara tersebut telah memilih solusi untuk pertanyaan sentraliasasi. Misalnya pengadilan konstitusi Afrika Selatan benar-benar pengadilan banding konstitusional, dan Mahkamah Agung India memiliki bangku konstitusi yang ditunjuk. Akses ke pengadilan sangat terbatas, seperti pada dalam desain asli model Austria tahun 1920 dimana hanya pemerintah Negara bagian dan federal yang bisa membawa kasus ke pengadilan. Berbeda dengan desain Mahkamah Konstitusi Jerman dimana tidak hanya badan politik tetapi individu dapat menikmati akses langsung dengan petisi konstitusionaldan hakim dapat merujuk pada pertanyaan.
Konstitusi India menjamin akses langsung ke Mahkmah Agung dengan pertanyaan-pertanyaan hak-hak dasar dan memungkinkan pengadilan untuk mendengarkan laporan pertanyaan sehingga yurisdiksinya jauh lebih luas dari Amerika yang yurisdiksinya terbatas pada kasus-kasus konkrit. Seperti elemen lain dari desain kelembagaan akses dapat berubah dari waktu ke waktu. Misalnya tahun 1974 amandemen konstitusi di Perancis memperpanjang hak petisi kepada setiap kelompok deputi parlemen enam puluh, yang memungkinkan pihak minoritas untuk menantang tindakan pemerintah atas dasar konstitusi.

Sentralisasi
Desentralisasi
Akses terbuka
Jerman, Italia
Amerika, Canada, Jepang, Negara skandinavia
Akses terbatas
Prancis, Austria 1920-1929.

Gambar 1: Jenis Judicial Review badan dan akses.
Gambar 1 menjelaskan tentang beberapa sistem utama judicial review, mengingat bahwa campuran yang mungkin antara tipe ideal.
Akses ke pengadilan mungkin adalah bahan yang paling penting dalam judicial review, karena pihak yang ingin memanfaatkan Judicial review hanya akan dapat melakukannya jika dapat membawa kasus ke pengadilan. kekuatan politik dalam keseimbangan kasar akan berusaha untuk memaksimalkan akses ke minoritas legislatif dan warga negara biasa untuk menyediakan asuransi dalam hal kerugian pemilu. Hal ini dapat dicapai dengan memperluas akses ke pengadilan bagi kelompok minoritas di lembaga legislatif atau warga biasa.
Perbedaan lain adalah apakah pengadilan dapat mendengar pertanyaan konstitusional hanya dalam konteks kasus hukum konkrit (seperti di Mahkamah Agung AS) atau apakah dapat mempertimbangkan masalah konstitusi secara abstrak. Perancis Conseil Constitutioneel hanya dapat mendengar masalah secara abstrak. Pengadilan Jerman dan Spanyol meninjau hal yang bersifat abstrak dan konkrit. Dalam praktiknya perbedaan antara tinjauan abstark dan konkrit tidak begitu penting tetapi merupakan konstruksi teoritis yang banyak digunakan.
Sistem judicial review juga dalam keputusan terhadap undang-undang di kasus-kasus konkrit. Pengadilan Amerika terikat oleh aturan stare decisis tidak sebenarnya batal hukum yang mereka temukan inkonstitusional. Sebaliknya kasus-kasus berikutnya harus mengikuti aturan dalam kasus-kasus sebelumnya. Pada sistem terpusat, sebaliknya, pengadilan memiliki kekuatan untuk menyatakan hukum konstitusional dan segera berlaku. Sebuah varian yang ditemukan dalam tradisi Jerman adalah bahwa Mahkamah Konstitusi memilki dua pilihan dalam temuan inkonstionalitas. Hal ini dapat memutuskan bahwa undang-undang batal demi hukum atau bertentangan dengan hukum dasar. Dalam beberapa sistem dengan warisan kontrol konstitusionalitas keputusan konstitusi untuk inkonstisionalitas tidak mengikat. Legislatif mempertahankan beberapa kekuatan untuk menolak atau menerima temuan pengadilan oleh suara mayoritas. Versi seperti ini berlaku di Polandia selama hidupnya konstitusi pertama 1988-1997 dan Mongolia.
Tugas normatif adalah untuk memilih mekanisme pengangkatan yang akan memaksimalkan peluang bahwa hakim akan menafsirkan teks sesuai dengan niat dari penulis konstitusi. Mekanisme Pengangkatan dirancang untuk melindungi hakim dari tekanan politik jangka pendek namun harus memastikan akuntabilitasnya. Mueller berpendapat bahwa persyaratan suara mayoritas untuk seleksi peradilan akan cenderung melindungi minoritas baik di pengadilan dan legislatif dan dengan ekstensi akan cenderung menghasilkan yang lebih moderat. Mueller juga mempertimbangkan manfaat dari memiliki peradilan dan ketua pelaksana yang berfungsi sebagai otoritas penunjukkan untuk peradilan. Dalam ulasannya Mueller membagi mekanisme pengangkatan yaitu penunjukkan koperatif dan penunjukkan perwakilan. Secara teoritis, kita juga dapat memiliki mekanisme penunjukan tunggal  di mana, misalnya, seorang eksekutif dapat menunjuk semua anggota Mahkamah konstitusi tanpa pengawasan legislatif. Contoh yang dekat dengan ini Dewan Grand Justies di Taiwan, yang anggotanya ditunjuk oleh presiden dari daftar calon yang disiapkan oleh panitia yang memilih itu. Mekanisme penunjukan koperatif membutuhkan kerja sama dari dua badan untuk menunjuk hakim konstitusi. Prosedur Amerika, Rusia, dan Hungaria nominasi presiden diikuti oleh konfirmasi legislatif adalah salah satu contoh. Mekanisme perwakilan memanfaatkan beberapa otoritas penunjukan. Misalnya, di Italia sepertiga dari pengadilan sembilan anggota yang dicalonkan oleh presiden, sepertiga oleh parlemen, dan sepertiga oleh Mahkamah Agung. Sebagai contoh, Negara yang menganut sistem seperti ini adalah Bulgaria, Korea dan Mongolia. sistem perwakilan memiliki kelemahan dibandingkan dengan sistem koperatif seperti kemungkinan bahwa politisi hanya akan mencalonkan agen murni.
Dalam sistem Jerman, dimana setiap rumah legislatif dapat menunjuk jumlah anggota yang sama ke Mahkamah Konstitusi, persyaratan suara terbanyak digunakan dalam memilih hakim. Dalam sistem partai yang stabil, persyaratan suara terbanyak akan menghasilkan hakim moderat, tapi janji tidak dapat dibuat jika ada kebuntuan. Sistem perwakilan memastikan janji akan dibuat tetapi membuat risiko lainnya di lapangan. Sebagai contoh, jika kepala eksekutif adalah ketua partai mayoritas di satu atau kedua majelis parlemen, Sistem ini akan mengarah pada pengadilan yang bersekutu dengan kepala eksekutif.
Perancang konstitusi dapat menentukan dalam konstitusi jumlah hakim di pengadilan hal  yang penting adalah kecepatan dan ketepatan. Semakin banyak hakim semakin banyak  musyawara yang dilakukan. Pada sisi lain hakim tunggal dalam memutuskan sebuah kasus akan menjadi metode yang lebih mudah dalam mengambil keputusan. Keyakinan De Gaulles adalah menyusun konstitusi untuk popularitas pribadinya dan tidak mempercayai anggota parlemen. Hanya pemerintah yang dapat membawa kasus ke pengadilan bukan warga biasa. Skema ini berubah pada tahun 1974 untuk memasukkan kelompok minoritas dari DPR. Perubahan ini diinisiai oleh Presiden Giscard d’Estaing yang memimpin partai Republik kecil. Perubahan ini memiliki efek mendalam pada konstitusi Perancis.
Penerapan judicial review di Afrika Selatan pada awal 1990. Orang mungkin berpikir bahwa Kongres Nasional Afrika (ANC) sebagai kekuatan politik yang dominan dikalangan mayoritas kulit hitam. ANC, bagaimanapun, diperlukan untuk memberikan jaminan kepada minoritas putih dan Zulu yang akan menghormati pandangan mereka atau risiko stabilitas proses transisi. Minoritas ini, pada gilirannya, berusaha untuk memastikan bahwa ANC tidak akan menginjak-injak kepentingan mereka setelah transisi tak terelakkan untuk kekuasaan mayoritas. Desain khusus judicial review, dalam bentuk pengadilan konstitusional khusus, juga tercermin dinamika asuransi. Ada perdebatan yang signifikan mengenai apakah tinjauan Konstitusi harus dilakukan oleh pengadilan biasa, didominasi oleh orang yang ditunjuk Dari pemerintah sebelumnya atau oleh badan yang ditunjuk.
Berikut ini adalah perbandingan supremasi mahkamah konstitusi di beberapa Negara:
Negara
Istilah dalam beberapa tahun
Jangka waktu pembaharuan
Jumlah hakim
Kewenangan untuk menunujk
akses
Brasil
hidup

11
Presiden dan persetujuan senat
Badan khusus, Parpol, serikat buruh dan warga negara
Polandia
8
Tidak ada
12
Parlemen
Badan tertentu, warga negara
Argentina
hidup

5
Presiden dengan persetujuan senat
Pengadilan

B.     Perbandingan Mahkamah Konstitusi di Beberapa Negara Dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga Negara yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian konstitusionalitas. Pengujian konstitusionalitas merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh siapa saja atau lembaga mana saja tergantung kepada siapa atau kewenangan untuk diberikan secara resmi oleh konstitusi suatu Negara. Akan tetapi ide pengujian konstitusionaliotas ini telah demikian luas dan dipraktikan di dunia sebagai hasil perkembangan ketatanegaraan masing-masing Negara. Oleh karena itu perkembangan di tiap-tiap Negara berbeda satu sama lain.
1.      Mahkamah Konstitusi Amerika Serikat
Pengalaman Mahkamah Agung memutuskan perkara Marbury melawan Madison pada tahun 1803 menjadi contoh dan model yang ditiru oleh seluruh dunia. Terutama oleh Negara-negara demokrasi yang dipengaruhi oleh konstitusi Amerika Serikat. Dalam model ini, pengujian konstitusionalitas atau peninjauan kembali (judicial review) dilakukan sepenuhnya oleh Mahkamah Agung dengan status sebagai The Guardian of the Constitution. Ketua dan hakim agung diangkat oleh Presiden.

2.      Mahkamah Agung Austria
Semua hakim disahkan dengan keputusan Presiden yang berasal dari calon yang diajukkan oleh Pemerintah Federal yaitu ketua, wakil ketua, 6 anggota dan 3 anggota pengganti. Diajukan juga oleh Nationalrat yaitu 3 anggota, 2 pengganti dan diajukan juga oleh Bunderast yaitu 3 anggota dan 2 pengganti. Para hakim diperbolehkan merangkap hakim di Pengadilan biasa, Kejaksaan atau Perguruan Tinggi, hanya yang bekerja di administrasi pemerintahan harus berhenti. Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
-          Menguji konstitusionlaitas undang-undang dan Konstitusi Negara bagian bahkan juga hakim konstitusi.
-          Pengujian legalitas peraturan di bawah undang-undang
-          Pengujian perjanjian internasional
-          Perselisihan Pemilihan Umum
-          Peradilan Impeachment terhadap pejabat tinggi Negara
-          Constitusional complain
-          Sengketa keuangan antar Negara bagian dan antara Negara bagian dengan Negara Federal.
-          Sengketa kewenangan antar lembaga
-          Memberikan penafsiran atas konstitusi.

3.      Mahkamah Konstitusi Jerman
Mahkamah Konstitusi Jerman terdiri dari 16 hakim yang terdiri dari 2 senat (Twin Court). 8 hakim panel pertama yang berwenang terkait masalah hukum (basic right) dan 8 hakim panel kedua yang berwenang terkait masalah politik (constitutional review). 3 hakim dari kedua senat harus berasal dari Pengadilan Tinggi federal dan sisanya ditentukan oleh Parlemen yang dapat berasal dari hakim modern dan masyarakat. Masa jabatan untuk hakim konstitusi Jerman adalah 1 periode selama 12 tahun. Pleno untuk memberikan putusan harus dihadiri oleh 16 orang hakim yang sifat putusannya final dan mengikat.


Kewenangan Mahkamah Kosntitusi Jerman adalah sebagai berikut.
-          Pengujian konstitusional dalam konteks menyelesaikan perselisihan antara Negara federal dengan Negara bagian atau antar organ tinggi pemerintah federal.  
-          Menguji undang-undang (judicial review) dimana ada 2 model pengujian yaitu pengujian norma hukum konkrit dan pengujian norma hukum abstrak.
-          Mengadili complain atas putusan MA sebagai upaya luar biasa
-          Sengketa hasil Pemilu

4.      Dewan Konstitusi Perancis
Dewan Konstitusi Perancis bukan merupakan lembaga yudikatif tetapi merupakan lembaga politik. Tujuan dari dewan ini adalah memberikan perlindungan masyarakat dari kediktatoran yang lahir dari sistem pemilihan. Legal standingnya adalah Presiden dan perdana Menteri (konstitusi 1958) serta Parlemen (sejak konstitusi 1974). Organisasi Dewan Konstitusi Perancis terdiri dari 3 orang yang diangkat oleh Presiden, 3 orang diangkat oleh Ketua Majelis Nasional, dan 3 orang diangkat oleh ketua senat. Masa jabatannya  selama 9 tahun dengan 3 orang berhenti setiap 3 tahun, kecuali mantan Presiden masa jabatannya seumur hidup. Syaratnya adalah hanya berumur paling rendah berusia 18 tahun dan tidak ada prosedur khusus (pengangkatan). Kewenangan Dewan Konstitusi Perancis adalah sebagai berikut.
-          Melakukan constitutional preview terhadap RUU (a priory abstract review)
-          Membuat peraturan tata tertib National Assembly dans senat.
-          Meratifikasi perjanjian Internasional (sejak konstitusi 1974)
Putusan Dewan Konstitusi ini bersifat final dan mengikat secara erga omes.

5.      Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Pasca Undang-Undang Dasar Amandemen, terdapat beberapa pergeseran lembaga negara yang semula terdapat lembaga tertinggi Negara dalam hal ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kini lembaga negara memiliki kedudukan yang sama sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Hal itu sesuai dengan prinsip check and balances dimana berfungsi sebagai pengontrol terhadap kewenangan regulative baik yang dimiliki oleh Presiden/pemerintah serta lembaga-lembaga lain yang mendapat regulatif dari undang-undang.[1]
Format awal dibentuknya Mahkamah Konstitusi adalah semangat membangun kekuasaan kehakiman yang tugas dan wewenangnya  berkaitan dengan peran dan tugas kosntitusionalitas dari UUD NRI 1945. Kekuasaan kehakiman setelah amandemen UUD NRI 1945, tetap menjadi kekuasaan yang sangat fundamental dan sebagai bagian dari poros kekuasaan yang fungsi menegakkan keadilan.[2]
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 kewenangan dan 1 kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
-          Menguji undang-undang terhadap UUD NRI 1945
-          Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya di berikan oleh UUD NRI 1945
-          Memutus pembubaran Partai Politik
-          Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
Mahkamah konstitusi juga mempunyai kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1.      Telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindakan pidana lainnya.
2.      Perbuatan tercela, dan/atau
3.      Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945.
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 9 orang anggota hakim yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh DPR, tiga orang oleh Presiden dan tiga orang oleh Mahkamah Agung. Pembagian porsi kewenangan untuk mengajukkan calon hakim konstitusi dari tiga lembaga ini dimaksudkan untuk menjamin agar dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, para hakim konstitusi akan bersifat imparsial dan independent.










KESIMPULAN
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.Setiap Negara mempunyai sistem ketatanegaraan yang berbeda hal ini berarti bahwa hal mengenai kekuasaan kehakiman konstitusi setiap Negara juga berbeda.













DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta, UII Press.

Jimly  Asshiddiqie, 2005, Format Kelembagaan dan Pergesaran Kekuasaan Dalam UUD 1945, Yogyakarta,UII Press.



[1] Jimly  Asshiddiqie, 2005, Format Kelembagaan dan Pergesaran Kekuasaan Dalam UUD 1945, UII Press, Yogyakarta, hlm. 21.
[2] Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS PUTUSAN MK NOMOR 46/PUU-VIII/2010

MPLEMENTASI ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DALAM HUKUM INDONESIA

PANDANGAN CRITICAL LEGAL STUDIES TENTANG THE RULE OF LAW